NABI MUHAMMAD SAW, MANUSA
SEMPURNA
Bangsa Quraisy
Bangsa
Quraisy dipandang sebagai salah satu bangsa yang dihormati dan disegani di
antara bangsa-bangsa yang ada di semenanjung Arabia. Quraisy sendiri terbagi ke
dalam berbagai suku. Bani Hasyim adalah salah satu suku terhormat di antara
suku-suku yang ada. Qushai bin Kilab adalah nenek moyang mereka yang bertugas
sebagai penjaga Ka'bah.
Di
tengah warga Makkah, Hasyim dikenal sebagai orang yang mulia, bijaksana, dan
terhormat. Ia banyak membantu mereka, memulai perniagaan pada musim dingin dan
musim panas supaya mereka mendapatkan penghidupan yang layak. Atas
jasa-jasanya, warga kota memberinya julukan "sayid" (tuan). Julukan
ini secara turun-temurun disandang oleh anak keturunan Hasyim.
Setelah
Hasyim, kepemimpinan bangsa Quraisy dipercayakan kepada anaknya yang bernama
Muthalib, kemudian dilanjutkan oleh Abdul Muthalib.
Abdul
Muthalib adalah seorang yang berwibawa. Pada masanya, Abrahah Al-Habasyi
menyerbu Makkah untuk menghancurkan Ka'bah, namun berkat pertolongan Allah SWT,
Abrahah dan pasukan gajahnya mengalami kekalahan. Tahun penyerbuan itu kemudian
dikenal dengan nama Tahun Gajah. Dan sejak peristiwa itu, nama Abdul Muthalib
pun semakin terpandang di kalangan kabilah Arab.
Abdul
Muthalib mempunyai beberapa anak. Di antara mereka, Abdullah-lah anak yang
paling saleh dan paling dicintainya. Pada usia 24 tahun, Abdullah menikah
dengan perempuan mulia bernama Aminah.
Dua
bulan setelah Tahun Gajah, Aminah melahirkan seorang anak. Ia memberinya nama
Muhammad. Sebelum kelahiran Muhammad, ayahnya Abdullah meninggal dunia. Tak
lama setelah melahirkan, sang ibu pun menyusul suaminya kembali ke alam baka.
Maka, sejak awal kelahirannya, Muhammad sudah menjalani hidupnya sebagai anak
yatim.
Setelah
ditinggalkan oleh kedua orang tua yang dicintainya, Muhammad diasuh oleh sang
kakek, Abdul Muthalib. Berkat anugerah dan rahmat dari Allah SWT, Muhammad
tumbuh menjadi dewasa dengan kesucian jiwa yang terpelihara.
Warga
kota Makkah begitu mencintainya, bahkan merelakan barang-barang mereka berada
di bawah pengawasan Muhammad. Atas kejujuran dan sifat amanah yang
ditunjukkannya, mereka memberinya gelar "Al-Amin", yakni orang yang
tepercaya.
Dengan
bekal iman yang teguh, Muhammad membantu orang-orang fakir, membela orang-orang
yang tertindas, membagikan makanan kepada mereka yang lapar, mendengarkan
keluhan-keluhan mereka, dan berusaha memberikan jalan keluar atas
masalah-masalah yang mereka hadapi.
Ketika
beberapa orang pemuda menggalang sebuah gerakan yang dikenal dengan nama
"Sumpah Pemuda" (Hilful Fudhul), segera Muhammad pun bergabung
bersama mereka, karena gerakan itu sejalan dengan perilaku luhur dan
tujuan-tujuannya.
Pada
suatu waktu, Abu Thalib, paman Muhammad, menasehatinya untuk ikut berniaga
dengan kafilah dagang Khadijah, seorang wanita Makkah yang kaya dan terhormat.
Kemudian, Muhammad pun ditunjuk untuk memimpin kafilah dagang tersebut.
Selama
bergabung dalam kafilah dagangnya, Khadijah menyaksikan dari dekat kejujuran,
keteguhan, dan keutamaan perilaku Muhammad. Tak segan lagi Khadijah melamarnya.
Muhammad menerima lamaran itu. Dan tak lama kemudian, mereka pun melangsungkan
pernikahan.
Dari
perhikahan itu, mereka dikaruniai seorang anak perempuan yang diberi nama
Fatimah, yang dari keturunannya lahirlah manusia-manusia suci.
Hajar Aswad (Batu Hitam)
Sepuluh
tahun setelah pernikahan itu, banjir besar melanda kota Makkah yang merusak
sebagian besar bangunan Ka'bah. Warga kota bermaksud untuk memperbaikinya.
Untuk
mencegah perseturuan yang bakal terjadi, perbaikan itu dilakukan oleh berbagai
suku yang ada di kota secara gotong royong. Namun, tatkala perbaikan telah
selesai, tibalah saatnya untuk meletakkan Hajar Aswad. Ketika itu,
masing-masing bangsa mengaku paling berhak untuk meletakkan batu itu.
Perang
hampir saja terjadi. Tiba-tiba Muhammad muncul memberi sebuah usulan, dengan
menanggalkan jubahnya dan meletakkan Hajar Aswad tepat di tengah-tengahnya,
lalu setiap kepala suku memegang tepi jubah itu, lantas membawanya bersama-sama
ke tempat asalnya.
Wahyu Pertama
Menginjak
usia 40 tahun, Muhammad diangkat sebagai nabi. Suatu hari, ketika beliau sedang
melakukan ibadah di gua Hira, datanglah Malaikat Jibril as membawa wahyu dari
Allah dan menyapanya, "Iqra! Bacalah dengan nama Tuhanmu yang telah
menciptakan. Dia telah menciptakan manusia dari gumpalan darah. Bacalah dengan
nama Tuhanmu Yang Mahamulia. Dialah yang mengajarkan ilmu dengan pena. Dialah
yang telah mengajarkan kepada manusia akan segala yang tidak
diketahuinya."
Sejak
itu, Muhammad terpilih untuk mengemban risalah Allah sebagai Rasulullah saw di
tengah umat manusia di seluruh dunia.
Di
awal-awal kenabian, Rasulullah saw berdakwah secara rahasia. Pada saat itu,
hanya beberapa orang saja yang mau menerima Islam. Orang pertama yang mengakui
Muhammad sebagai Rasulullah saw ialah istri beliau, Khadijah, kemudian disusul
oleh sepupunya, Ali bin Abi Thalib.
Tiga
tahun lamanya Islam terus menyebar di kalangan rakyat miskin kota Makkah.
Setelah itu, Allah SWT memerintahkan Rasulullah saw untuk melakukan dakwah
secara terang-terangan, mengajak manusia menyembah Tuhan Yang Esa dan memulai
perang suci melawan para penyembah berhala.
Tugas
dakwah merupakan tugas yang penuh resiko dan bahaya. Sebab, para pemimpin
kabilah telah sekian lama larut dalam kenikmatan berupa kedudukan dan
menjadikan orang-orang sebagai budaknya.
Mereka
khawatir bahwa dakwah Rasulullah saw akan merongrong kekuasaan mereka. Selain
itu, tugas dakwah akan menjumpai kesulitan-kesulitan dalam pelaksanaannya,
karena berhala-berhala itu telah lama dijadikan sesembahan oleh mereka.
Rasulullah
saw tidak mengenal toleransi. Ia memilih untuk memikul tugas ini untuk
mengesakan Tuhan dan menegakkan undang-undang Tauhid di muka bumi.
Masyarakat
yang sebelumnya menghormati dan santun terhadap Nabi saw, kini berbalik
membenci dan memusuhi dakwah beliau dengan harta. Namun usaha mereka gagal.
Kemudian,
permusuhan mereka berlanjut dengan menyiksa dan menjarah harta-harta milik Nabi
saw. Namun, usaha mereka ini pun tidak berhasil untuk menahan laju dakwah suci
beliau.
Kaum
kafir Makkah tidak pernah lelah untuk mengubah pendirian Rasulullah saw. Mereka
meningkatkan permusuhannya dan mengusir beliau beserta keluarga dan
sahabat-sahabatnya keluar dari Makkah, lalu mengurungnya di ladang Abu Thalib
hingga sebagian mereka yang bersama Rasul di dalamnya mati kelaparan.
Mereka
bahkan memperketat pengurungan ladang itu sehingga makanan dan minuman tidak
dapat ditemui oleh Nabi beserta pengikutnya yang setia. Beberapa penduduk yang
ikut Nabi mempertaruhkan hidupnya untuk menyelundupkan makanan dari kota di
kegelapan malam.
Waktu
berlalu begitu cepat. Kaum kafir menyerah pada tekad dan kegigihan yang
ditunjukkan oleh kaum muslimin. Mereka memutuskan untuk membunuh Rasulullah
saw.
Untuk
itu, mereka memilih pemuda-pemuda terkuat dari kalangan keluarga dan suku
mereka dengan memberikan upah yang tinggi kepada siapa yang berhasil membunuh
beliau. Mereka menetapkan untuk menyergap kediaman Nabi saw pada malam hari.
Hijrah ke Madinah
Rencana
keji itu diketahui oleh Rasulullah saw melalui wahyu yang disampaikan Malaikat
Jibril as. Beliau memilih sepupunya Ali bin Abi Thalib untuk menggantikannya
tidur di atas ranjang beliau dengan mempertaruhkan hidupnya demi keselamatan
beliau.
Beliau
hijrah dari Makkah ke Madinah di kegelapan malam. Kaum musyrikin telah berkumpul
untuk membunuh Nabi saw. Betapa terkejutnya mereka, tatkala mendapati Ali di
atas ranjang Rasul saw. Mereka segera mengejar beliau. Namun pengejaran itu
gagal. Mereka pun kembali ke Makkah dengan tangan hampa.
Setelah
menempuh perjalanan yang melelahkan, Nabi saw tiba di Quba, sebuah tempat di
dekat kota Madinah. Penduduk desa menyambut kedatangan beliau. Dengan suka cita
beliau berencana membangun tempat shalat dan menyusun tugas-tugas dakwah.
Pembangunan
masjid Quba berjalan lancar. Nabi saw turun tangan langsung dalam menyelesaikan
pembangunannya. Sesudah itu, beliau melakukan salat Jumat dan berdiri sebagai
khatib. Inilah salat Jumat yang pertama kali dilaksanakan oleh beliau.
Rasulullah
saw menetap di Quba untuk beberapa saat sambil menyampaikan ajaran-ajaran
Allah. Di sana pula beliau menantikan kedatangan Ali yang ditinggalkannya di
kota Makkah untuk menunaikan titipan dan amanat kepada pemiliknya
masing-masing. Hingga akhirnya Ali pun datang ke Quba bersama kaum wanita
keluarga Bani Hasyim.
Rasulullah
saw memasuki kota Yatsrib, dan sejak saat itu pula nama kota itu berubah
menjadi Madinatur-Rasul atau Madinah Al-Munawarah. Penduduk kota menyambut
beliau dan sebagian kaum Muhajirin yang menyertainya dengan begitu hangat dan
meriah. Setiap penduduk berlomba meminta beliau untuk duduk di rumah mereka.
Kepada mereka semua, beliau berkata, "Berilah jalan kepada untaku ini. Aku
akan menjadi tamu orang yang di depan pintunya unta ini berhenti."
Si
unta berjalan dan melintasi jalan-jalan kota Madinah, hingga ia menghentikan
langkahnya dan bersila di depan pintu rumah Abu Ayyub Al-Anshari. Di rumah
itulah Rasulullah saw dijamu.
Sesampainya
di Madinah, pertama yang dilakukan oleh Rasulullah saw ialah pembangunan masjid
sebagai pusat dakwah dan pengajaran. Nabi juga segera menyerukan perdamaian
serta persaudaraan antara dua bangsa; Aus dan Khazraj, yang telah berperang
selama bertahun-tahun akibat hasutan yang dilancarkan oleh orang-orang Yahudi
Madinah.
Dalam
rangka mengikis habis akar-akar pembeda antara kaum Muhajirin yang datang dari
Makkah dan kaum Anshar sebagai penduduk asli Madinah, Rasulullah saw
mempersaudarakan mereka satu persatu, sehingga kaum Muhajirin tidak menjadi
beban kaum Anshar di kemudian hari dan mereka dapat hidup bersama dengan rukun dan
damai.
Orang-orang
Yahudi Madinah memandang persaudaraan itu dengan penih kedengkian. Mereka
selalu berusaha menyulut semangat perpecahan di kalangan kaum muslimin.
Sementara Rasulullah saw memadamkan api pertikaian, mereka malah giat
mengobarkannya.
Peralihan Kiblat
Pada
awalnya, Rasulullah saw melakukan salat dan ibadah ke arah Masjid Al-Aqsa di
Jerusalem. Itu berlanjut selama 13 tahun di Makkah dan 17 bulan di Madinah.
Kaum
Yahudi pun mengadap masjid Al-Aqsa dalam salat-salat mereka. Karena ini pula
mereka selalu mencemooh kaum muslimin, "Jika benar kami dalam kesesatan,
lalu mengapa kalian mengikuti kiblat kami."
Hingga
pada suatu hari, turunlah wahyu yang memerintahkan Rasulullah saw agar kaum
muslimin menghadap Ka'bah Masjidil Haram dalam setiap salat mereka.
Perintah
ini sungguh memukul kaum Yahudi. Mereka bertanya-tanya tentang sebab peralihan
kiblat kaum muslimin. Mereka tidak sadar bahwa peralihan kiblat ini merupakan
ujian bagi kaum muslimin sendiri, sehingga dapat dikenali siapa yang mentaati
dengan siapa yang menentang Rasulullah saw.
Peperangan Rasulullah saw.
1.
Perang Badar
Rasulullah
saw mengadakan perjanjian gencatan senjata dengan kabilah-kabilah tetangga guna
melindungi kota Madinah dari segala ancaman makar dan penyerangan.
Sementara
itu, Quraisy Makkah melakukan penjarahan atas harta-harta umat Islam di kota
itu. Rasulullah saw pun berpikir untuk merebut kembali harta-harta itu dari
mereka. Untuk itu, beliau memutuskan untuk menyerang kafilah-kafilah pedagang
kafir Quraisy.
Demikianlah
awal meletusnya bentrokan senjata antara kaum muslimin dan kaum musyrikin di
suatu tempat dekat sumur Badar. Oleh karena ini, peperangan pertama di antara
mereka ini dinamai perang Badar.
Kaum
muslimin mampu memenangkan peperangan itu secara gemilang. Nama mereka pun
mulai terpandang dan disegani di semenanjung Arabia.
2.
Perang Uhud
Bagi
kaum musyrik Quraisy, kemenangan kaum muslimin pada perang Badar itu malah
membuat hati mereka terbakar kemarahan. Tak ayal lagi, Abu Sufyan mulai
mengitung hari untuk melancarkan pembalasan dendam. Bahkan ia melarang
perempuan-perempuan Quraisy menangisi korban perang Badar, supaya api dendam
tetap membara di dalam jiwa-jiwa mereka.
Sementara
di Madinah, kemenangan gemilang kaum muslimin meresahkan kaum Yahudi. Segera
mereka mendekati orang-orang Quraisy dan menghasut mereka untuk menuntut dendam
atas kaum muslimin.
Untuk
itu, salah seorang Yahudi bernama Ka'ab bin Asyraf bertolak ke Makkah.
Setibanya di sana ia membacakan syair-syair dan mengulang-ulangnya, hanya untuk
membakar emosi kaum Quraisy.
Hasilnya,
kaum Quraisy mengadakan pertemuan di Darun Nadwah, dan sepakat dendam mereka
untuk menyerang Madinah. Di sana mereka pun menghitung biaya yang akan
dikeluarkan pada pertempuran mendatang itu. Biayanya ditaksir mencapai 50.000
Dinar. Sejak itu, mereka mulai mempersiapkan persenjataan dan meminta bantuan
dari kabilah-kabilah yang bermukim di sekitar Makkah.
3000
pasukan Quraisy bersenjata lengkap bertolak ke Madinah melalui padang sahara.
Abu Sufyan menjadi panglima perang dan Khalid bin Walid memimpin pasukan. Abbas
bin Abdul Muthalib yang merahasiakan keislamannya mengirimkan kurir untuk
menyampaikan pesan ihwal rencana penyerangan itu.
Setelah
menerima pesan dari pamannya, Rasulullah saw segera mengadakan musyawarah yang
menyepakati untuk menyambut lawan di luar kota.
7
Syawal tahun ke-3 Hijriah, tepatnya pada hari Sabtu pagi, pasukan kaum muslimin
bergerak meninggalkan Madinah menuju gunung Uhud. Atas perintah Rasulullah saw,
mereka mendirikan tenda-tenda tidak jauh dari barisan musuh.
Rasulullah
saw menempatkan Abdullah bin Jabir bersama 50 orang lainnya yang dilengkapi
busur dan anak panah untuk berada di atas bukit. Beliau memperingatkan mereka
untuk tidak beranjak dari puncak bukit itu betapapun resiko yang akan
menghadang, apakah menang atau kalah dalam peperangan. Setelah itu, pasukan
yang membawa bendera Tauhid dan pasukan yang mengusung bendera Syirik
berhadapan satu sama lainnya. Pertempuran itu dimulai oleh Abu Umair dari
Quraisy.
Pada
awal-awal pertempuran, tentara Islam bertarung dengan gagah berani dan membuat
tentara kafir hampir kalah. Namun kemudian, keadaan justru berbalik. Pasukan
panah yang mengawasi medan perang itu melihat saudara-saudaranya memukul mundur
pasukan musuh. Mereka pun turun meninggalkan bukit untuk memungut ghanimah (harta
rampasan perang). Mereka lalai terhadap perintah Rasulullah saw untuk tidak
beranjak dari posisi mereka.
Khalid
bin Walid memanfaatkan kelengahan kaum muslimin. Ia dan pasukannya berbalik
mengitari gunung kemudian menyerang kaum muslimin yang sedang sibuk
mengumpulkan ghanimah itu dari arah belakang. Banyak pasukan Islam tewas
karena ketidaktaatan mereka kepada Rasulullah saw. Ada sekitar 70 pejuang kaum
muslimin syahid dan selebihnya ada yang melarikan diri dari medan pertempuran.
Perang
berakhir dengan kemenangan berada di pihak musuh. Rasulullah saw dapat
diselamatkan berkat kesetiaan Ali bin Abi Thalib serta bantuan pasukan muslimin
lainnya. Ali beserta pasukan Islam lainnya berhasil mengejar dan membunuh
beberapa tentara musuh.
Dengan
kegigihan mereka, kota Madinah selamat dari penyerbuan kaum kafir itu. Namun
demikian, perang Uhud ini telah memberikan pelajaran ketaatan dan kesetiaan
yang tak terlupakan oleh kaum muslimin.
3.
Perang Khandaq
Orang-orang
Yahudi yang terusir dari Madinah akibat permusuhan dan pengkhianatan mereka
sendiri, tidak tinggal diam melihat keadaan kaum muslimin. Pemimpin mereka
melakukan pendekatan dengan pemimpin-pemimpin Quraisy di Makkah, sambil
melancarkan hasutan supaya mereka mengadakan perlawanan terhadap kaum muslimin.
Pemimpin Yahudi itu berjanji untuk menyokong bangsa Quraisy dengan segala
kekuatan yang ada.
Sebagai
hasil dari pendekatan ini, berbagai bangsa, suku, dan kelompok bersekutu untuk
mengangkat senjata melawan umat Islam. Oleh karena itu, peperangan ini dikenal
sebagai perang Ahzab, yaitu perang gabungan beberapa bangsa melawan Islam.
Pasukan
bersenjata mereka terdiri dari kaum kafir Quraisy, kaum Yahudi, orang-orang
munafik, dan pengkhianat Islam dari Madinah. Mereka bertekad bulat untuk
menghancurkan Islam.
Pada
bulan Syawal tahun ke-5 Hijriah, sebanyak sepuluh ribu pasukan sekutu itu
berangkat menuju Madinah. Di depan mereka adalah Abu Sufyan sebagai panglima
perang pasukan sekutu.
Beberapa
pasukan berkuda dari kabilah Khuza'i memasuki kota Madinah dan melaporkan
keadaan musuh kepada panglima besar kaum muslimin, Rasulullah saw.
Rasulullah
saw memerintahkan pasukannya untuk bersiaga dan para komandan diminta berkumpul
untuk memusyawarahkan segala sesuatu yang diperlukan.
Dalam
musyawarah itu, salah seorang sahabat Rasulullah saw yang bernama Salman
Al-Farisi mengusulkan untuk menggali parit di sekeliling kota Madinah dan kaum
muslimin berlindung di balik galian parit itu. Usulan itu diterima secara
mufakat. Maka, sebanyak tiga ribu sukarelawan Islam bekerja siang dan malam
untuk menggali parit sedalam lima meter, selebar enam meter, dan sepanjang dua
belas ribu meter.
Beberapa
jalur dan jembatan dibuat di atas parit dan beberapa penjaga ditugasi untuk
mengawasi kedatangan pasukan musuh. Di balik parit, dibangun pos-pos pertahanan
yang di atasnya dijaga oleh pasukan berpanah.
Pasukan
kaum musyrikin pun tiba. Mereka melihat galian parit mengelilingi kota yang
menyulitkan mereka untuk melintasi dan menyerang orang-orang di seberang parit.
Abu
Sufyan segera memanggil Huyay bin Ahthab, pemimpin Yahudi dari Bani Nadhir dan
memintanya untuk menemui Ka'b bin Asad, pemimpin Yahudi dari Bani Quraizhah
yang sedang bermukim di Madinah. Ka'b bin Asad diseru untuk membuka lapang
jalan orang-orang Yahudi. Makar ini dimaksudkan untuk melapangkan jalan
orang-orang musyrikin menyerang kaum muslimin.
Cara
licik Abu Sufyan ini telah diketahui sebelumnya. Rasulullah saw telah mengambil
langkah-langkah preventif dengan menugaskan 500 prajurit untuk berpatroli di
sekeliling kota. Prajurit itu ditugasi untuk memelihara kota agar stabil dalam
keadaan siaga dan waspada. Mereka mewaspadai orang-orang yang datang dan pergi
dari kota. Dengan langkah pencegahan ini, persekongkolan warga kota dengan
pihak musuh dapat diatasi.
Ancaman
bahaya serangan dari dalam kota berhasil digagalkan dan pasukan sekutu itu
tetap pada posisi mereka di seberang parit. Mereka tidak berhasil untuk
mengecoh kaum muslimin.
Hingga
tibalah suatu hari, lima orang gagah berani dari pihak musuh melintasi parit.
Kelima orang gagah berani itu dipimpin oleh Amr bin Abdi Wud. Di atas kudanya
ia berteriak lantang, "Hai orang-orang yang mengaku penghuni Surga, di
mana kalian semua? Majulah, sehingga aku dapat mengirim kalian ke Surga."
Tidak
satu pun orang yang menjawab tantangan itu, kecuali Ali bin Abi Thalib. Ia
begitu cepat bangkit dan maju mendekati orang itu. Dan setelah saling adu
tantangan, Ali mengayunkan pedangnya dengan sekali tebasan ke atas kepala Amr.
Setelah Amr tersungkur tewas, Ali mengumandangkan takbir, "Allahu
Akbar!"
Salah
satu kawan Amr bin Abdi Wud melarikan diri dan terjatuh ke dalam parit. Ali
tidak memberikan kesempatan kepada lawan dan segera menghabisinya. Sedangkan
ketiga sahabat Amr yang lain berhasil melarikan diri dari kejaran Ali.
Peristiwa
di atas ini begitu menggugah keimanan dan keberanian umat Islam, sebagaimana yang
dikatakan Rasulullah saw, "Sekali tebasan pedang Ali jauh lebih berharga
daripada ibadah tujuh puluh tahun seluruh manusia dan jin."
Demi
menjaga semangat pasukannya, Khalid bin Walid bersama beberapa pasukan berkuda,
pada hari berikutnya, mencoba untuk melewati parit. Namun, pasukan muslimin
terlalu tangguh untuk mereka hadapi. Mereka hanya berusaha dengan mengepung
kota.
Di
tengah pengepungan, Nu‘aim bin Mas‘ud yang terkenal dengan kecerdikannya
memutuskan untuk masuk Islam. Rasulullah saw menyuruhnya agar merahasiakan
keimanannya, hingga ia bisa memperdaya kaum musyrikin dan menebarkan perpecahan
dari antara mereka dan kaum Yahudi.
Sama
seperti Nu‘aim, Khuzaifah Al-Yamani menyusup di kegelapan malam ke dalam
jajaran musuh sampai menembus jantung kekuatan mereka. Di dalamnya ia berusaha
mengendurkan tekad perang, hingga berhasil mematahkan semangat juang mereka.
Sampai
pada suatu malam, badai besar berhembus, belum lagi udara yang semakin dingin
menggigilkan. Tak pelak lagi, semangat pasukan musyrikin menjadi luluh lantak.
Ditambah perselisihan di antara mereka semakin meluas setelah melihat
pengepungan yang tidak membuahkan hasil.
Sebelum
terjadi perkembangan pertempuran yang mengecewakan, Abu Sufyan segera
meninggalkan medan tempur secara diam-diam di kegelapan malam. Panglima
musyrikin itu beserta pasukannya kembali ke Makkah dengan perasaan malu.
Ketika
pasukan muslimin terbangun di pagi hari, mereka menyaksikan laskar kafir telah
meninggalkan medan pertempuran. Ketika Rasulullah saw mendengarkan berita
tentang kaburnya musuh, beliau memerintahkan pasukannya untuk meninggalkan
pos-pos pertahanan dan kembali ke kota.
Nasib Bani Quraizah
Setelah
meraih kemenangan gemilang pada perang Ahzab, Rasulullah saw membawa pasukannya
mendekati benteng pertahanan Bani Quraizah. Pasukan Islam memaksa mereka
menyerah, setelah mengepung benteng mereka selama dua puluh lima hari.
Karena
menderita kekalahan, Bani Quraizhah memohon agar dapat meninggalkan kota
Madinah. Akan tetapi Rasulullah saw menolaknya, sebab jika sampai lolos
meninggalkan kota, mereka akan membuat persekongkolan lagi dan menciptakan
peperangan baru, sebagaimana Bani Nadzir yang memicu untuk meletuskan perang
Khandaq.
Akhirnya,
orang-orang Yahudi yang licik itu harus kecewa pada keputusan itu. Sa'ad bin
Mu'adz menyampaikan maklumat bahwa orang-orang yang berkhianat dan membantu
pihak musuh selama pererangan harus dibunuh dan harta kekayaan mereka harus
dirampas.
Perjanjian Hudaibiyah
Derita
kekalahan kafir Quraisy dan kedigjayaan kaum Muslimin, khususnya penaklukan
Bani Musthaliq sampai menyebabkan mereka masuk agama Islam, telah menggelapkan
mata kaum kafir Quraisy.
Pada
bulan Dzulqaidah tahun ke-7 Hijriah, Nabi Muhammad saw beserta 14000 laskar
Islam bergerak menuju Makkah untuk menunaikan ibadah haji.
Kepergian
Rasulullah saw ke tanah suci tidak hanya untuk keperluan ibadah saja, namun
juga untuk kepentingan politik. Haji beliau kali ini bertujuan untuk menjadikan
status kewarganegaraan kaum muslimin di semenanjung Arabia menjadi benar-benar
diakui. Dengan demikian, kaum muslimin berhak untuk bermukim di sepanjang tanah
Arab tanpa harus takut diusir.
Kaum
kafir Quraisy menerima kabar bahwa Rasulullah saw akan berkunjung ke Baitullah
Ka'bah. Mereka bersumpah di hadapan berhala-berhala untuk tidak membiarkan
beliau memasuki kota Makkah.
Kafir
Quraisy mengutus Khalid bin Walid beserta dua ratus pasukan berkuda untuk
menghadang Rasulullah saw bersama pasukannya.
Saat
itu, Rasulullah saw telah sampai di daerah Hudaibiyah melalui jalan berbeda
untuk menghindari pertempuran dan peperangan yang mungkin mengintai setiap
saat. Segera beliau mengutus salah seorang sahabat untuk mengintai pasukan
Quraisy dan meyakinkan mereka bahwa Rasulullah saw beserta kaum muslimin datang
hanya untuk menunaikan ibadah haji saja. Sahabat itu ditugaskan untuk
meyakinkan para pemimpin Quraisy bahwa kedatangan Rasulullah saw kali ini tidak
untuk berperang. Namun, mereka malah berlaku kurang ajar terhadap utusan
beliau.
Rasulullah
saw meminta baiat (sumpah setia) kepada sahabat agar tetap setia dan rela
berkorban kepada beliau di bawah pohon. Ketika hal ini diketahui oleh kafir
Quraisy, mereka sangat geram sekaligus malu, sehingga diutuslah Suhail sebagai
wakil mereka untuk berunding.
Kaum
kafir Quraisy tidak menghendaki kaum muslimin memasuki kota Makkah dan
menunaikan ibadah haji pada tahun ini dan segera pulang ke Madinah. Apabila
mereka mau menunaikan haji pada tahun depan, kaum muslimin tidak diperbolehkan
untuk membawa senjata. Selama masa haji itu, pihak Quraisylah yang bertanggung
jawab atas keselamatan, keamanan harta dan jiwa kaum muslimin.
Perjanjian
ditandatangani dengan lima butir kesepakatan, meskipun beberapa orang Islam
kecewa. Puncak kekecewaan mereka tunjukkan dengan keberatan terhadap
keputusan-keputusan Rasulullah saw. Mereka mengira bahwa penandatanganan
perjanjian itu adalah suatu aib yang memalukan umat Islam, khususnya pada satu
butir kesepakatan yang menyatakan bahwa jika seorang muslim lari dari Makkah
lalu sampai di Madinah, maka ia akan dipulangkan ke tempat asalnya. Sebaliknya,
orang muslim Madinah yang masuk Makkah tidak boleh kembali ke Madinah.
Kekecewaan
itu sebenarnya tidak berdasar. Mereka tidak mengerti bahwa keuntungan
perjanjian itu sesungguhnya merupakan awal dari penaklukan kota Makkah kelak.
4.
Perang Khaibar
Pada
awal bulan Rabiul Awal tahun ke-7 Hijriah, Rasulullah saw beserta 1600 kaum
muslimin bertolak dari Madinah menuju Khaibar. Laskar Islam di bawah komandan
beliau menyerang musuh dengan tiba-tiba dan dengan mudah merebut tanah Raji' yang
terletak di antara Khaibar dan Ghathafan.
Panglima
besar laskar Islam, Rasulullah saw menerapkan strategi militer yang jitu.
Sehingga antara orang-orang Yahudi Khaibar dengan orang-orang Arab Ghathafan
tidak dapat saling membantu satu sama yang lain.
Laskar
Islam mengepung benteng Khaibar pada malam hari. Mereka mengambil posisi di
tempat strategis yang tersembunyi di balik tanaman palem. Dengan mudah mereka
menguasai lembah Khaibar. Kemudahan ini berkat keberanian dan ketulusan mereka
dalam berkorban.
Sayangnya,
dua lembah strategis yang menjadi markas kaum Yahudi tidak dapat dikuasai. Kaum
Yahudi itu mempertahankan benteng mereka mati-matian dengan melepaskan
anak-anak panah ke arah pasukan muslimin.
Rasulullah
saw memerintahkan Abu Bakar memimpin pasukan tempur, namun tidak berhasil
menaklukkan benteng itu. Pada hari kedua, Umar Bin Khatab ditunjuk sebagai
komandan tempur, namun ia juga tidak berhasil. Di seberang sana, kaum Yahudi
Khaibar terus saja memperolok kaum muslimin.
Melihat
kegagalan kaum muslimin merebut benteng tersebut, Rasulullah saw bersabda,
"Besok aku akan memberikan bendera Islam ini kepada orang yang hanya
kembali bila benteng pertahanan Yahudi itu telah dikuasai."
Seluruh
sahabat menantikan fajar tiba untuk menyaksikan siapa gerangan orang yang
beruntung itu. Masing-masing memimpikan menjadi pemegang bendara esok hari.
Pada
pagi harinya, Rasulullah saw memanggil Ali. Beliau menyerahkan bendera Islam
itu kepadanya dan menugaskannya untuk menaklukkan lembah Khaibar. Rasulullah
saw berdoa untuk kesuksesan Ali.
Ali
menerima tugas ini dengan penuh semangat. Ia bersama pasukannya bergerak
mendekati pintu gerbang Khaibar. Pintu gerbang itu dijaga oleh dua saudara yang
gagah berani, Haris dan Marhab. Mereka menyerang pasukan Ali dengan garang
sampai tunggang-langgang menyelamatkan dirinya masing-masing.
Sebagai
komandan perang, Ali segera menghadang kedua bersaudara itu. Dengan kegagahan
dan keperkasaannya, ia mampu menghempaskan kedua orang Yahudi itu.
Kematian
mereka membuat orang-orang Yahudi yang berada di balik benteng menjadi
ketakutan dan panik. Mereka cepat-cepat menutup pintu gerbang dan bersembunyi
di baliknya. Pasukan muslimin yang tadinya kocar-kacir melarikan diri, setelah
melihat keunggulan Ali, segera kembali dan bersiaga di belakang sang komandan.
Ali maju mendekati pintu gerbang itu dan mengangkatnya lepas dari benteng.
Sementara
kaum Yahudi tercengang menyaksikan kekuatan dan keberanian Ali hingga mereka
menyerah takluk, Ali melemparkan pintu itu ke atas parit untuk dijadikan
jembatan yang kemudian dilalui pasukan muslimin. Demikianlah mereka berhasil
dengan mudah memasuki dan menduduki Khaibar, benteng kokoh orang-orang Yahudi
itu.
Sama
seperti kaum Yahudi, kaum muslimin pun takjub di hadapan kekuatan Ali. Mereka
bertanya-tanya satu sama lain, bagaimana Ali bisa melakukannya. Tujuh orang
muslim sempat mengangkat pintu itu, namun pintu itu tak bergeser sedikit pun.
Tentang
kekuatannya, Ali menuturkan, "Aku tidak mampu merobohkan gerbang itu
dengan kekuatan manusia biasa. Tapi aku melakukannya dengan kekuatan Allah
SWT."
Akhirnya,
pasukan muslimin menguasai seluruh benteng yang ada di sekitar Khaibar dan
menaklukkan orang-orang Yahudi. Sisa-sisa orang Yahudi memohon kepada
Rasulullah saw untuk diperbolehkan tinggal. Mereka ingin tetap dapat mengolah
tanah tersebut untuk pertanian dan perkebunan. Mereka berjanji akan
menyumbangkan setengah dari hasil panen itu kepada kaum muslimin. Beliau
mengabulkan permohonan itu.
Tanah Fadak
Berita
tentang penaklukan Khaibar terdengar oleh orang-orang Yahudi yang bermukim di
Fadak. Mereka menjadi sangat risau dan ketakutan. Orang-orang Fadak itu
mengutus wakil mereka untuk bertemu dengan Rasulullah saw dengan membawa pesan
akan perlunya dibuat suatu perjanjian. Mereka lalu menyerahkan separuh wilayah
Fadak kepada beliau yang kemudian dihadiahkannya kepada putrinya, Fatimah agar
dapat dikelola untuk menutupi kebutuhan rumah tangganya dan keperluan
orang-orang miskin.
Sesudah
perang Khaibar, Rasulullah saw bertolak menuju Wadi Qura (lembah Qura) yang
menjadi pusat pemukiman Yahudi. Beliau dan pasukan muslimin mengepung pemukiman
itu dan begitu cepat ditaklukkan. Beliau berjanji untuk mengembalikan tanah
Yahudi itu kepada pemiliknya, dengan syarat bahwa separuh dari hasil pertanian
itu harus diserahkan kepada kaum muslimin. Hal ini berlaku sebagaimana
pengembalian tanah di lembah Khaibar, yakni separuh hasil pertanian itu harus
diserahkan kepada kaum muslimin.
Perjanjian
ini dilakukan untuk mengaktifkan sektor ekonomi dan mampu menghasilkan kesejahteraan
umat Islam, sehingga mereka dapat mempersiapkan diri dan hartanya jika ada
seruan perang.
5.
Perang Mu'tah
Sebelum
meletusnya perang Mu'tah, Rasulullah saw mengutus Harits bin Umair kepada
penguasa Syiria dengan maksud mengajaknya menerima Islam. Namun pihak penguasa
berlaku kurang ajar. Mereka menahan dan membunuh duta Islam itu.
Setelah
peristiwa ini, Rasulullah saw masih mengutus enam belas duta Islam (da'i) untuk
mengajak penguasa Syiria dan rakyatnya kepada Islam. Sayangnya, mereka juga
dibunuh. Dari enam belas orang duta itu, hanya satu orang yang mampu meloloskan
diri dan kembali ke Madinah.
Segera
ia melapor kepada Rasulullah saw. Beliau sangat terpukul mendengar hal itu.
Pembantaian terhadap para duta itu membuat beliau mengeluarkan perintah untuk
berjihad. Beliau menghimpun 3000 pasukan pada Jumadil Tsani tahun ke-8 Hijriah.
Sebelum
pasukan muslimin meninggalkan Madinah, Rasulullah saw memberikan pengarahan
kepada mereka, "Yang akan memimpin pasukan pertama kali adalah Ja'far bin
Abi Thalib. Jika sesuatu menimpanya, maka tampuk kepemimpinan diserahkan pada
Zaid bin Haritsah. Dan jika terjadi sesuatu pada Zaid, maka Abdullah bin
Ruwahah yang menjadi pimpinan kalian. Dan jika Abdullah bin Ruwahah juga
menjumpai kesyahidannya, maka pilihlah komandan di antara kalian."
Setelah
mendapatkan pengarahan dari penglima besar mereka, berangkatlah pasukan itu di
bawah komando Ja'far bin Abi Thalib. Ketika pasukan muslimin sampai di dekat
kota Ma'an, mereka mendapat berita bahwa Kaisar Romawi telah mengirim 100000
pasukannya ditambah 100000 orang Arab yang berada di bawah kekuasaannya.
Perang Yang Tak Seimbang
Laskar
musuh yang berjumlah 200000 pasukan itu berhadapan dengan 3000 pasukan
muslimin. Setelah berhadap-hadapan, perang pun meletus. Ja'far bin Abu Talib
bertempur dengan gagah berani sampai darah penghabisan. Ia gugur sebagai
syahid.
Pucuk
pimpinan segera diambil oleh Zaid bin Haritsah. Zaid pun bertempur dengan gagah
berani. Namun, ia pun mati syahid. Setelah gugurnya Zaid, Pasukan muslimin
dipimpin oleh Abdullah bin Ruwahah yang juga berakhir dengan kesyahidannya.
Dengan
gugurnya para komandan mereka yang gagah berani itu, kaum muslimin segera
memilih Khalid bin Walid untuk memimpin pasukan. Khalid segera menarik
pasukannya dari medan pertempuran dan menyelamatkan prajurit dari medan tempur.
Pada
sore harinya, Khalid merencanakan penarikan seluruh pasukan dari medan
pertempuran dan memimpin mereka bergerak menuju Madinah.
Penaklukan Kota Makkah
Penarikan
mundur pasukan muslimin dari medan pertempuran Mu'tah telah membuat kafir
Quraisy semakin berani dan congkak. Mereka berpikir bahwa kaum muslimin telah
kehilangan daya dan kekuatan tempur. Oleh karena itu, mereka mengkhianati
perjanjian Hudaibiyah. Dengan bantuan sekutu-sekutunya, mereka menyerang dan
membunuh banyak kaum muslimin yang berasal dari Bani Thaif.
Abu
Sufyan tahu betul bahwa kaum muslimin tidak akan tinggal diam dan mereka segera
mengirimkan jawaban atas pengkhianatan ini. Abu Sufyan mengharap bisa bertemu
dengan Rasulullah saw di Madinah dan meminta maaf atas tragedi tersebut.
Masih
di hadapan Rasulullah saw, Abu Sufyan meminta agar beliau tetap mau memegang
perjanjian Hudaibiyah. Akan tetapi, beliau menampik permintaan itu, sehingga
Abu Sufyan kembali ke Makkah dengan kecewa.
Segera
Rasulullah saw memerintahkan pasukannya untuk siaga. Sebanyak 10000 laskar kaum
muslimin menyatakan siap sedia untuk mengambil bagian dalam peperangan
selanjutnya. Beliau menugaskan sejumlah prajurit agar berjaga-jaga di
sekeliling kota untuk mencegah siapa saja yang hendak meninggalkan kota dan
meyebarkan berita kepada kafir Quraisy dalam hal ini.
Tetapi
seorang pengkhianat keji bernama Hathib membocorkannya kepada kaum musyrik
Makkah. Dengan dalih risau akan keselamatan keluarganya, Hatib mengutus seorang
kurir wanita untuk menyebarkan berita ini.
Niat
busuknya segera diketahui. Surat yang berisi bocoran tentang persiapan kaum
muslimin berhasil digeledah. Rasulullah saw memerintahkan seluruh kaum muslimin
untuk melakukan pemboikotan sosial terhadap Hathib, si pegkhianat Islam itu.
Sesungguhnya hukuman boikot itu lebih buruk daripada hukuman mati.
Pada
tanggal 10 Ramadhan tahun ke-8 Hijriah, Rasulullah saw memerintahkan pasukannya
dan sebagian kaum muslimin untuk bergerak cepat. Mereka harus sampai di kota
Makkah dalam waktu satu minggu. Beliau beserta pasukan dan seluruh kaum
muslimin yang menyertai beliau mendirikan tenda di dekat kota Makkah.
Rasulullah
saw memberikan komando kepada pasukan muslimin untuk berpencar pada malam hari
dan menyalakan api unggun di mana-mana. Pihak musuh berfikir bahwa sebuah
pasukan besar telah tiba dari Madinah. Musuh pun menjadi ketakutan. Mereka
menyangka bahwa pasukan dalam jumlah raksasa akan menyerang.
Malam
harinya, gurun di sekeliling kota Makkah menjadi terang benderang dengan nyala
api unggun di mana-mana. Suara riuh dan slogan-slogan kaum muslimin
berkumandang, unta-unta dan kuda-kuda meringkik. Ketika Abu Sufyan beserta
sekelompok Quraisy datang menyaksikan hal ini, ia merinding ketakutan. Ia
menyampaikan kepada kaumnya bahwa ia tidak pernah menyaksikan pasukan sebesar
ini selama hidupnya.
Abu
Sufyan datang menjumpai Abbas bin Abdul Muthalib untuk meminta usulan darinya.
Dengan maksud untuk berdamai, Abbas membawanya datang untuk menemui Rasulullah
saw, sang panglima tertinggi kaum muslimin.
Demi
kemaslahatan dan kejayaan Islam, Rasulullah saw mengatakan kepada Abu Sufyan
agar dapat meyakinkan penduduk kota Makkah, bahwa siapa saja yang mencari
perlindungan hendaknya memasuki rumah Abu Sufyan. Setelah mendengar pandangan
Rasulullah saw, ia bertolak kembali ke Makkah dengan membawa ampunan dari
beliau.
Sesampainya
di Makkah, Abu Sufyan mengingatkan penduduk kota bahwa kaum muslimin akan datang
dengan pasukan raksasa. Untuk menghindari pertumpahan darah, maka sebaiknya
mereka menyerah dan membiarkan kaum muslimin memasuki kota Makkah.
Akhirnya
kota Makkah dapat dikuasai dengan damai tanpa adanya pertumpahan darah.
Pengampunan Umum
Sekelompok
kaum muslimin, khususnya para pengungsi yang pernah diperlakukan secara kejam
oleh Quraisy, berniat menuntut balas terhadap orang-orang Makkah yang menyiksa
dan mengusir mereka dari kota.
Akan
tetapi, Rasulullah saw mengumumkan "Pengampunan Umum" untuk warga
makkah, bahkan untuk mereka yang telah melakukan penyiksaan dan pengusiran
terhadap kaum muslimin.
Setelah
merobohkan semua patung dan berhala satu persatu, Rasul saw memerintahkan Bilal
untuk menaiki Ka'bah dan mengumandangkan gema Tauhid: "Allahu Akbar, La
ilaha illallah, Muhammad rasulullah".
6.Perang
Hunain
Setelah
kejatuhan pusat kekuatan kaum musyrikin oleh kaum muslimin, para penyembah
berhala itu tetap diperbolehkan tinggal di sekeliling Ka'bah. Mereka merasa
malu dan bagitu ketakutan. Oleh karena itu, mereka mengundang kabilah
masing-masing untuk berkumpul.
Mereka
memutuskan bahwa untuk mengalahkan kaum muslimin, hendaknya mereka bersekutu
dalam menghancurkan pasukan muslimin itu. Dalam pertemuan itu, diputuskanlah
kepala kabilah Hawazin sebagai panglima mereka.
Mendengar
berita ihwal pertemuan itu, Rasulullah saw mengirimkan seorang mata-mata untuk
mengintai keadaan musuh dan mencari informasi tentang kesepakatan perang yang
ditandatangani oleh kabilah-kabilah itu. Mata-mata itu berhasil mendapatkan
informasi dan segera melaporkannya kepada beliau.
Persiapan Menjelang Perang Hunain
Mendapatkan
berita tentang rencana penyerangan tersebut, Rasulullah saw tidak tinggal diam.
Panglima besar kaum muslimin itu segera memerintahkan pasukannya untuk bersiaga
dan bergerak menuju lembah Hunain. Para pejuang itu bergerak pada 5 Syawal
tahun 8 H.
Malik,
panglima tentara kafir, mengutus tiga orang prajuritnya untuk memata-matai
pasukan muslimin. Mereka menyaksikan kehebatan pasukan muslimin dan melaporkan
hasil pengintaiannya itu kepada Malik. Ia merasa bahwa mereka tidak memiliki
daya untuk menghadapi pasukan muslimin. Ia lalu memerintahkan pasukannya untuk
menaiki bukit yang berada di lembah itu, sehingga mereka mendapatkan posisi
yang strategis. Dari puncak bukit itu mereka berencana untuk menyergap jika
pasukan musuh terlihat.
Pasukan
muslimin tiba di lembah Hunain pada malam Selasa tanggal 10 Syawal. Pasukan
Islam beristirahat di tempat itu. Rencananya, mereka akan bergerak memasuki
lembah Hunain pada Shubuh hari.
Pihak
musuh yang telah siaga menyambut kedatangan mereka dengan bersembunyi di balik
ilalang. Setelah melihat musuh menampakkan diri, mereka lalu menyergap dari
empat penjuru.
Di
tengah kegelapan malam, kuda-kuda yang ditunggangi pasukan muslimin itu membuat
kegaduhan. Kegaduhan ini menjadi ramai oleh sekitar 2000 muallaf (muslim baru).
Para muallaf itu melarikan diri, dipimpin oleh Khalid bin Walid. Pelarian diri
itu telah membuat musuh menjadi tambah semangat untuk menceraiberaikan pasukan
muslimin.
Hanya
10 orang sahabat yang bersiaga di samping Rasulullah saw. Merekalah yang
membela beliau dari ancaman pedang musuh. Beliau memerintahkan mereka untuk
lari mencari pertolongan. Abbas berteriak dengan suara lantang, memanggil
sahabat-sahabat yang melarikan diri itu. Musuh yang pada awalnya meraih
kemenangan itu, lambat laun menjadi lemah akibat kembalinya pasukan muslimin
yang melarikan diri tadi.
Walhasil,
benteng pertahanan musuh dihancurkan. Musuh lari tunggang langgang meninggalkan
peralatan tempur mereka. Rasulullah saw memerintahkan beberapa orang sahabat untuk
mengejar musuh yang melarikan diri sehingga mereka menjadi tidak berdaya.
Maksud pengejaran ini adalah agar tidak tersisa lagi musuh yang bisa melakukan
perlawanan militer di kemudian hari.
Para
sahabat yang mengejar musuh itu berhasil menunaikan tugas mereka. Atas
keberhasilan pasukan muslimin menaklukkan musuh, Rasulullah saw kemudian
membagikan harta rampasan perang kepada kaum muslimin.
7.
Perang Tabuk
Pada
bulan Rajab tahun ke-9 H, Rasulullah saw menerima laporan bahwa kaum muslimin
yang bermukim di barat daya perbatasan Arabia, mendapat ancaman dari kekaisaran
Romawi dan berniat untuk menyerang wilayah-wilayah Islam.
Setelah
mempersiapkan pasukan, Rasulullah saw mengumumkan rencananya kepada khalayak
ramai. Cara ini berbeda dengan kebijakan-kebijakan yang dibuat sebelumnya.
Dahulu, beliau merahasiakan niatnya. Kali ini beliau memberitahukan kepada
khalayak secara terbuka.
Masyarakat
mempersembahkan segala sesuatu yang diperlukan oleh pasukan muslimin. Mereka
dengan antusias dan penuh semangat mengorbankan harta, bahkan kaum wanita
merelakan simpanan perhiasan mereka untuk digunakan dalam peperangan.
Makar Kaum Munafik
Bersamaan
dengan bergeraknya pasukan muslimin, orang-orang munafik mulai menebarkan
hasutan, menciptakan semangat anti perang dan menanamkan rasa takut dalam diri
pasukan muslimin akan kehebatan pasukan Romawi.
Mereka
melakukan berbagai cara, di antaranya ialah membangun sebuah masjid dengan nama
"Masjid Dhirar" sebagai pusat penyebaran propaganda anti perang itu.
Mereka berharap agar orang-orang tidak ambil bagian dalam jihad itu.
Syukurlah,
berkat kesigapan dan ketegasan, Rasulullah saw berhasil menggagalkan
persekongkolan orang-orang munafik itu.
Atas
perintah Rasulullah saw, rumah tempat berkumpulnya orang-orang Yahudi dan kaum munafik
itu dibakar oleh massa. Dengan cara demikian ini, persekongkolan yang mereka
galang berhasil ditumpas.
Persiapan Perang Tabuk
Sebanyak
30000 pasukan muslimin meninggalkan kota Madinah. Jumlah pasukan ini adalah
yang terbesar dari yang sebelumnya. Rasulullah saw sendiri yang menjadi
panglima pasukan itu. Beliau memeriksa persiapan-persiapan pasukannya. Setelah
itu, panglima muslimin itu berpidato di depan pasukannya.
Beliau
menunjuk Ali bin Abi Talib sebagai pemimpin di Madinah selama kepergiannya
beserta pasukan muslimin ke Tabuk.
Mereka
tiba di padang Tabuk yang panas membara setelah menempuh perjalanan sejauh 600
kilometer. Namun, mereka terkejut setibanya di tempat itu. Mereka tidak melihat
tanda-tanda pasukan Romawi.
Sepertinya,
pihak musuh telah mengetahui gerakan pasukan muslimin yang penuh semangat untuk
mati syahid. Pemimpin Romawi memutuskan untuk menarik mundur pasukannya dari
arah utara.
Pasukan
muslimin berdiam di Tabuk selama 20 hari sebelum kembali ke Madinah, tanpa
terjadi pertempuran apa pun.
Persekongkolan Kaum Munafik
Sekembalinya
dari Tabuk, sekelompok orang munafik memendam niat jahat kepada Rasulullah saw.
Mereka bermaksud untuk membunuh panglima orang-orang pencinta kebenaran itu.
Kaum munafik yang ikut serta dalam perjalanan ke Tabuk itu hanyalah didorong
oleh rasa takut kepada kaum muslimin lainnya.
Mereka
ingin menakut-nakuti unta tunggangan Rasulullah saw dengan bersembunyi di balik
bukit. Bila beliau terjatuh, mereka mudah membunuhnya. Tapi niat keji itu
tersingkap dan membuat orang-orang munafik melarikan diri. Pasukan muslimin
ingin segera menghabisi hidup kaum munafik itu, namun Rasulullah saw meminta
mereka untuk membiarkannya.
Sekembalinya
dari Tabuk, Rasulullah saw memerintahkan kaum muslimin untuk menggusur Masjid
Dhirar. Perintah ini beliau sampaikan setelah menerima wahyu dari Allah SWT.
Peperangan
Tabuk merupakan unjuk kekuatan pasukan muslimin. Seluruh kaum muslimin
mengambil bagian dalam pertempuran ini.
Melihat
kekuatan yang begitu besar, negara-negara tetangga dan orang-orang kafir
menjadi enggan terlibat dalam persekongkolan untuk merongrong pemerintahan
Islam.
Pembersihan Orang-orang Kafir
Hingga
tahun ke-9 Hijriah, orang-orang kafir masih menunaikan ibadah Haji sesuai
dengan kebiasaan nenek moyang mereka. Pada tahun yang sama, surat Al-Bara'ah atau
At-Taubah diturunkan.
Rasulullah
saw mempercayakan surat itu kepada Ali dibacakan di hadapan orang-orang kafir
Makkah. Beliau memerintahkan Ali untuk menyampaikan, "Tidak diperbolehkan
orang-orang kafir memasuki rumah suci Ka'bah, terhitung sejak hari ini. Dan
mulai hari ini, tidak diperbolehkan untuk melaksanakan ibadah di sekitar Ka'bah
dengan telanjang."
Sesuai
perintah Rasulullah saw, Ali berangkat menuju Makkah dan membacakan surat
Al-Bara'ah yang baru saja diturunkan, dan ditujukan kepada orang-orang kafir
itu agar menghentikan kemusyrikan mereka.
Di
tengah para jemaah haji, Ali menyerukan, "Wahai sekalian manusia, tidak
akan ada orang kafir yang masuk surga, tidak akan ada orang musyrik yang
berhaji setelah tahun ini, tidak akan ada orang telanjang yang bertawaf, dan
siapa saja yang punya perjanjian damai dengan Rasulullah, maka ia punya
kesempatan sampai berakhirnya masa perjanjian itu."
Mubahalah (Saling Memohon
Kutukan dari Allah SWT)
Rasulullah
saw mulai mengirimkan surat kepada penguasa-penguasa yang ada di dunia. Beliau
mengirimkan surat kepada keuskupan di Najran dan mengajak orang-orang Kristen
yang ada di sana untuk memeluk Islam. Bila menolak, mereka diharuskan untuk
membayar jizyah (pajak) sebagai bentuk dukungan mereka kepada pemerintahan
Islam.
Sang
uskup telah membaca ihwal kedatangan seorang nabi baru setelah Isa putra Maryam
as. Dia juga mengetahui kedatangannya melalui Kitab Suci Nasrani. Kemudian dia
segera mengirimkan utusan ke Madinah untuk mencari tahu kebenaran berita itu.
Sesampainya
di Madinah, mereka memulai dialog dengan Rasulullah saw pada kesempatan itu,
beliau menjelaskan ajaran-ajaran Islam yang lurus, sementara mereka menanyakan
ihwal Nabi Isa Al-Masih as, “Apakah ia anak Allah ataukah anak Maryam?”
Rasul
saw menjawab, "Sesungguhnya Isa Al-Masih tidak lain adalah rasul Allah,
sama seperti rasul-rasul yang telah mendahuluinya, dan ibunya adalah wanita
tepercaya. Mereka berdua memakan makanan." (QS. Ali ‘Imran: 59), "Dan
ihwal Isa di sisi Allah seperti Adam yang telah diciptakan Allah dari tanah,
lalu berkata kepadanya, 'Jadilah', maka terjadilah ia." (QS. Ali
‘Imran: 61)
Namun,
utusan Najran sebanyak 60 orang itu tetap saja menolak untuk beriman kepada
Rasul saw.
Malaikat
Jibril as. turun menyampaikan wahyu dari Yang Maha Kuasa kepada Nabi saw. Dalam
wahyu tersebut, Allah menyerukan beliau dan orang-orang Najran untuk
bermubahalah, yakni memohon kepada Allah SWT agar mengutuk siapa yang
sebenarnya berdusta.
Ketika
saat mubahalah itu tiba, Rasulullah saw hanya membawa empat orang keluarganya
dari Ahlulbait, yaitu Ali, Fatimah, Hasan, dan Husain. Sewaktu orang-orang
Nasrani itu melihat beliau datang beserta rombongan pilihannya, pemimpin
Nasrani itu berkata, "Demi Tuhan! Saya meyaksikan wajah-wajah yang jika
mereka memoon kepada Allah untuk menumbangkan sebuah gunung, niscaya gunung itu
akan tumbang. Jangan kamu melakukan mubahalah dengan mereka. Jika tidak, kamu
semua akan musnah dan tak seorang pun Nasrani yang akan tersisa di muka bumi
ini."
Akhirnya,
mereka setuju untuk membayar pajak. Diputuskan bahwa orang-orang Nasrani akan
membayar sebanyak 2.000 Hullas (jubah) dan 30 busur panah kepada kaum muslimin.
Haji Wada' (Perpisahan)
Pada
bulan Dzulhijah tahun ke-10 Hijriah, Nabi saw mengumumkan akan menunaikan haji
tahun itu. Beliau berpesan, bahwa siapa saja yang mau menyertainya segera
mempersiapkan diri.
Berita
ini menciptakan semangat dan kegembiraan di kalangan kaum muslimin. Bersama
Nabi saw, mereka mempersiapkan diri menyambut pesan beliau itu. Rasulullah saw
menunjuk Abu Dujanah sebagai wakil beliau di Madinah. Beliau beserta
sahabat-sahabat lainnya bergegas menuju Makkah.
Rasulullah
saw memulai pelaksanaan rukun ibadah Haji di Dzulhulaifah dan melantunkan
Labaik. Dari Dzulhulaifah, Rasulullah saw bertolak menuju Makkah.
Setelah
sepuluh hari tiba di Makkah, beliau memasuki Masjidil Haram dan melaksanakan
rukun-rukun Haji lainnya. Hari berikutnya, beliau menyampaikan pidato di Mina.
Beliau bersabda, "Kita membutuhkan kemapanan dalam pemerintahan
Islam."
Ghadir Khum
Pada
hari Kamis, 18 Dzulhijah, Nabi saw tiba di dekat ladang Juhfah. Pada saat itu,
malaikat Jibril as menyampaikan wahyu dari Tuhan yang harus beliau sampaikan.
Rasulullah saw mengumpulkan para sahabat dengan mengatakan bahwa beliau akan
mengumumkan suatu pesan yang sangat penting.
Ratusan
jamaah Haji berkumpul pada pelaksanaan acara pidato Rasulullah saw. Telinga
mereka dipasang baik-baik untuk mendengarkan pesan yang akan disampaikan
beliau, "Segala puji dan puja bagi Allah Yang Maha Kuasa. Hanya kepada-Nya
kita meminta pertolongan dan keimanan, Dialah tempat tumpuan hajat manusia. Aku
(Muhammad saw) bersaksi bahwa tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad saw
adalah hamba dan utusan-Nya.
"Wahai
kaum muslimin! Aku segera meninggalkan kalian semua dan kutinggalkan dua wasiat
yang berharga kepada kalian, yaitu Al-Qur'an dan Ahlulbaitku. Keduanya tidak
akan terpisah satu sama lain sampai kalian menjumpaiku di telaga Kautsar (pada
Hari Pengadilan). Oleh karena itu, jagalah mereka dan jangan kalian tinggalkan.
Jika kalian tinggalkan wasiat ini, maka kalian akan binasa."
Kemudian
beliau meraih tangan Ali bin Abi Thalib dan mengangkatnya seraya bersabda,
"Barang siapa yang menjadikan aku sebagai pemimpinnya, maka Ali adalah
pemimpin kalian sepeninggalku. Ya Allah! cintailah orang-orang yang mencintai
Ali dan musuhilah orang-orang yang memusuhi Ali. Tolonglah orang-orang yang
menolong Ali dan binasakanlah orang-orang yang membinasakan Ali."
Wafatnya Nabi Saw
Setelah
melakukan perjalanan yang melelahkan itu, Rasulullah saw jatuh sakit.
Sekelompok orang memanfaatkan keadaan, dan nabi-nabi palsu pun bermunculan.
Setelah Rasulullah saw mendengar berita ini, beliau memerintahkan untuk
memerangi mereka.
Suatu
hari, Nabi saw yang dalam keadaan payah dibantu oleh Ali bin Abi Thalib guna
berziarah ke kuburan sahabat-sahabatnya yang telah gugur di pekuburan Baqi’.
Setelah itu, beliau meminta Imam Ali untuk membawanya pulang kembali.
Hari
demi hari berlalu, sakit Nabi saw bertambah serius dan parah, hingga insan
kamil itu menghembuskan nafasnya yang terakhir di pangkuan Ali. Manusia suci
itu telah kembali menghadap kekasihnya Yang Mahakasih pada hari Senin 28 Shafar
tahun ke-11 H. Mangkatnya beliau menyebabkan dunia Islam berkabung dan berduka.
Mutiara Hadis Rasulullah Saw
•
"Seburuk-buruk manusia di hadapan Allah SWT adalah seorang alim yang tidak
mengamalkan ilmunya dan tidak mengambil manfaat dari ilmu yang dimikinya."
•
"Semulia-mulia rumah adalah rumah yang di dalamnya anak-anak yatim
disantuni dengan kasih sayang dan cinta."
•
"Barang siapa beriman pada Allah SWT, hari akhir dan janji-janji Allah
SWT, hendaknya menunaikan amanat dan janjinya."
•
"Tatapan seorang anak kepada orang tuanya karena kasih sayang adalah
ibadah."
•
"Sahabat yang berbudi luhur dan mulia sungguh lebih berharga daripada
harta benda."
Riwayat Singkat Rasulullah Saw
Nama
: Muhammad.
Ayah
: Abdullah bin Abdul Muthalib.
Ibu
: Aminah binti Wahab.
Kelahiran
: Makkah, Sabtu 17 Rabiul Awal, Tahun Gajah.
Wafat
: Senin, 28 Safar 11 H.
Makam
: Madinah Al-Munawwarah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar